Friday, July 6, 2012

Kids on My Window

Kalau adek mau tebu, Ambilah di kebunku ..Kalau adek rindu padaku, Angin bertiup itu salamku” Itu merupakan satu dari sekian banyak pantun yang dibuat Angga, seorang anak kelas 4 SD di Talangku. Layaknya lirik lagu melayu yang romantis, mayoritas anak-anak Talang Tebatrawas, tempatku mengajar sangat piawai dalam berpantun dan menggoda kanca-kancanya. Setelah hampir 1 Minggu tinggal di rumah keluarga Dimas, tanggal 21 Juni 2012 aku pun resmi tinggal di Rumah Keluarga Bapak M. Pudi di talang Tebatrawas, Desa Pagar Agung. Dari rumah Dimas di Air Guci, kami harus menempuh perjalan sekitar 45 km selama kurang lebih 1.5 jam melalui jalan tanah merah yang berkelok-kelok dengan panorama deretan pohon karet di kanan kiri jalan. Terkadang kubangan air berlumpur pun terpaksa harus dilalui roda si kuda besi. Sebagian besar rumah di talang Tebatrawas adalah rumah panggung yang terbuat dari kayu. Hanya ada 3 rumah yang sudah berbahan dasar batu batu dilapisi semen, salah satunya rumah keluarga yang kutinggali. Aku menempati satu kamar di tengah yang mempunyai satu jendela kayu menghadap ke rumah panggung tetangga. Ketika sedang beres-beres, tiba-tiba seorang anak dengan malu-malu melongok ke jendelaku. Aku pun tersenyum sembari bertanya namanya siapa. “Namaku Angga” ujarnya sembari tersenyum lebar. Kami mengobrol singkat, karena aku masih belum ’pacak’ bahasa talang. Itulah awal perjumpaanku dengannya. Tak kusangka hari-hari ke depannya obrolanku dengan Angga menjadi rutinitas pagi hari setelah aku bangun pagi. Saat aku buka jendela, Angga sudah duduk di depan rumah panggungnya, menyapaku “Paak..” seraya berlari-lari kecil menghampiri jendelaku dan duduk disana. Tiba-tiba anak kelas 4 SD ini mengajakku berbalas pantun. Pantun-pantun yang dibuatnya semuanya tentang cinta, aku terpesona oleh kelihaian anak ini bermain kata. Banyak sekali pantun-pantunya saat itu, aku tidak ingat semuanya saking takjubnya. Ada beberapa yang kuingat, begini bunyinya : Menulis surat di atas batu Hati-hati takut ku salah Kalau adek cinta padaku Tunggu aku tamat sekolah Kalau adek mau tebu Ambilah di kebunku Kalau adek rindu padaku Angin bertiup itu salamku Alamaak!! aku ternganga! Takjub dengan kepiawaian angga berpantun disertai gaya centilnya layaknya pria kasmaran yang sedang merayu wanita. Selama kurang lebih 10 menit keluarlah sekitar 12 pantun dari mulut kecilnya yang selalu dilantunkannya dengan nada riang. Bukan aku tak punya mistar Mistarku ada di laci Bukan aku tak punya pacar Pacarku lagi mengaji Sudah tahu jalannya licin Kenapa adik bersepeda Sudah tau kakaknya miskin Kenapa adek jatuh cinta Kura-kura bersepatu Kura-kura dalam perahu Pura-pura tidak tahu Di dalam hati bilang i love you Buah dukuh buah rambutan Cuma satu masak di hutan Cintaku bukan buatan Seperti paku lekat di papan Kupu-kupu hinggap dilampu Kutepak dengan sapu Kalau adek rindu padaku Peluk bantal itu salamku Setelah beberapa lama, Angga mulai memaksaku untuk membalas pantunnya. Pagi-pagi bukan waktu terbaik buatku untuk berpikir. Namun, ditantang anak kecil yang akan menjadi muridku ini membuatku harus memutar otak. Dengan cepat aku melantunkan pantun yang sedikit ‘maksa’. Memancing ikan di tepi kali Benangnya kuikat tali pita Heran aku sama anak-anak ini Masih kecil sudah tahu cinta
Ia pun tertawa-tawa mendengarnya. Aku juga senang, akhirnya bisa tahu bagaimana untuk masuk ke anak-anak Talang Tebatrawas ini. Salah satu cara jitunya adalah lewat pantun. Termasuk ketika saya memperkenalkan diri di depan wali murid dan siswa pada saat pembagian rapot pun, saya buka sambutan saya dengan pantun yang disambut riuh oleh tepuk tangan warga. Semakin lama berinteraksi dengan Angga, aku pun mulai menghapal tipe-tipe pantun-nya Angga. Dua hari berselang, anak-anak yang muncul di jendelaku semakin bertambah. Ada teddy, Sinta, Ayub, Arga, Firul dll. Aku sambut dengan ceria karena mereka selalu datang dengan pantun gombalan mereka yang kubalas terpatah-patah. Burung pipit terbang di bukit Sampai di bukit bertelur dua Hati siapa tidak sakit Melihat kakak duduk berdua Jangan menulis diatas kaca Menulislah diatas meja Jangan menangis karena cinta menangislah karena dosa. Menulis surat di meja batu Ada cewek di sampingku Nempel-nempel marahi aku Tak tahunya cinta padaku Jalan-jalan ke Bengkulu Jangan lupa membeli buku Kalau ade rindu padaku Tiup lilin itu salamku Aaah, anak-anak melayu ini seperti layaknya lirik-lirik dalam lagu melayu. Melankolis dan romantis. Kelak, akan kupakai pantun sebagai jurusku dalam mentransfer ilmu di dalam kelas-kelas kecil mereka. Tak sabar rasanya menunggu tangggal 9 Juli 2012, hari pertama jagoan-jagoan pantun itu masuk sekolah lagi. Tungggu aku anak-anak hebat!
“Berlari-lari keluar keringat Minum air dari dalam gelas Jangan lupa siapkan semangat Ada bapak guru baru nanti di kelas”

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More