Thursday, June 23, 2011

52 jam Depok-Miangas

Perjalanan Depok-Miangas merupakan perjalanan terjauh dan terlama yang pernah saya rasakan sampai saat itu. Betapa tidak, jika ditotal perjalanan saya dari depok menuju Miangas adalah 52 jam, itu sudah termasuk waktu untuk acara packing di kampus dan acara pembukaan oleh Gubernur Sulawesi Utara di Manado. Berhubung ini trip pertama saya bersama teman-teman kampus yang jaraknya jauh, ada saja hal yang menggelikan sepanjang perjalanan.

Gedung PPMT, 14 Juli 2009, Pkl. 20.00 WIB

Kehebohan melanda seantero gedung Pusat Pelayanan Mahasiswa Terpadu (PPMT). Masing-masing orang sibuk dengan barang-barang bawaanya masing-masing. Beberapa kebingungan memilah mana barang-barang yang harus di bawa dan mana yang terpaksa ditinggal. Aturan yang membatasi jumlah bagasi mahasiswa hanya 15 kg cukup membuat kepala cenat-cenut. Saya yang pertama bepergian untuk waktu sebulan tentu memasukkan banyak baju dan cemilan untuk memastikan saya disana tidak kelaparan hehe. Hal itu membuat beban koper saya 20 kg, imbasnya saya harus mengurangi 5 kg beban koper saya. Belum lagi barang-barang kelompok yang akan digunakan untuk program selama disana sangat banyak dan masih harus ditandai dengan kertas putih diatas kardus-kardus yang sudah di.ikat rapi. Kira-kira jam 22.00 saya berhasil membuat beban koper saya menjadi 15 kg lebih sedikit. Saya tidak ambil pusing dengan kelebihan nol koma sekian kg, segitu saja sudah membuat kepala pusing. Saya meninggalkan jaket saya dan 2 kaos karena ternyata saya mendapat lagi jaket dan kaos K2N, saya juga akhirnya mengeluarkan 4 underwear saya dan lebih memilih membaawa 4 pack disposable (dan ini merupakan keputusan yang saya sesali setibanya di Pulau Miangas ! ) serta menghabiskan beberapa coklat yang saya bawa.


Gedung PPMT, 15 Juli 2009, Pkl. 01.00

Ketua panitia K2N UI 2009 melakukan briefing sebelum pemberangkatan. Kami disarankan untuk selalu bersama-sama dnegan anggota kelompok kami dan melapor apabila ingin ke toilet atau bepergian sendiri tanpa rombongan. Setelahnya, kami langsung naik ke bis kuning yang akan membawa kami dari depok menuju bandara soekarno hatta. Saya sempat heran mengapa sepagi itu kami berangkat ke Soeta padahal pesawat baru boarding jam 05.00 WIB, teman saya bilang panitia tidak mau mengambil risiko telat dan supaya kita menjadi orang pertama yang memasukkan barang-barang ke bagasi. Setelah melihat sendiri bawaan 71 anak dan juga barag kelompok yang harus di kargo saya pun paham. Kami menggunakan 3 bis kuning AC untuk ke bandara Soeta. Pukul 01.30 WIB bus pun meluncur di jalanan Jakarta yang lengang.



Bandara Soekarno Hatta, 15 Juli 2009 Pkl. 02.30

Kami sampai di Bandara Soekarno Hatta kurang lebih satu jam berikutnya. Bus kuning yang kami naiki melaju kencang diatas jalanan ibukota yang sepi. Kami langsung menurunkan barang-barang bawaan pribadi dan kelompok. Dengan koper, saya merasa bawaan saya lebih ringan dibandingkan dengan teman-teman yang memakai carrier, padahal panitia menyarankan kami semua agar menggunakan tas ransel besar/carrier saja supaya lebih mudah dibawa. Setelah siap semua, kami harus menunggus ampai gate dibuka. Kami akan menggunakan Lion Air penerbangan ke Manado pkl. 05.00. Sambil menunggu, beberapa dari kami bermain UNO banyak juga yang memanfaatkan waktu singkat itu untuk tidur. Anak-anak K2N bergeletakan dilantai berbantalkan ransel mereka.

Soeta, 15 Juli 2009 Pkl. 05.00

Pesawat Lion Air yang kami naiki akhirnya terbang juga. Sebagian besar mahasiswa tidur sepanjang perjalanan namun setelah kurang lebih terbang selama 2 jam kami berada diatas daratan pesisir Sulawesi yang tampak indah terkihat dari atas pesawat kami. Semakin ke utara kami bisa melihat pantai bunaken sebelum akhirnya pesawat mendarat di bandara sam ratulangi manado.

Bandara Sam Ratulangi, Manado 15 Juli 2009 pkl 10.00 WITA

Tiba di bandara kami langsung disambut oleh beberapa anggota TNI berpakaian dinas. Acara K2N UI ini memang didukung penuh oleh panglima TNI, berbagai fasilitas, transoprtasi dan keamanan dari TNI selalu mengawal kami selama berada di perjalanan dan di Miangas. Di luar bandara sudah disiapkan sekitar 8 bis TNI berwarna hijau tua untuk membawa kami ke Gedung Yos Sudarso, Manado untuk melakukan acara pelepasan peserta K2N 2009. Pawai bak orang penting pun baru sekali ini saya rasakan, dikawal 4 motor polisis di depan, iring-iringan bis-bis kami bebas melaju dengan kencang. Di dalam bis kami sudah bisa merasakan panasnya cuaca Manado. Hanya sekitar 20 menit sampai akhirnya kami sampai di tempat pelepasan peserta K2N 2009.


Gedung Yos Sudarso, Manado 15 Juli 2009 Pkl. 11.00 WITA



Di gedung yos sudarso, kami mendengarkan beberapa sambutan dari Rektor UI, Bpk Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri yang berpesan untuk melakukan program secara maksimal untuk masyarakat perbatasan, kemudian dari Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud, dr. Elly Lasut serta Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Sulawesi Utara mewakili Gubernur Sulut. Setelah seremonial tersebut kami break solat, makan siang dan dilanjutkan dengan pengarahan dari TNI terkait Miangas dan perjalanan yang akan dilalui menggunakan KRI, acara berakhir sekitar pulul 15.00 WITA. Setelah acara tersebut rombongan langsung melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Bitung selama kurang lebih satu jam perjalanan.



Pelabuhan Bitung, 15 Juli 2009 Pkl. 16.00

Tiba di pelabuhan Bitung, kami langsung menuju kapal TNI yang akan mengangkut rombongan ke Pulau Miangas, yaitu KRI teluk Cendrawasih. Setelah memasukkan barang-barang kami ke kapal yang sangat besar itu kami menunggu di luar karena kapal masih perlu mengisi bahan bakar dan memakan waktu hamper 1 jam. Kami melakukan upacara pemberangkatan di pelabuhan Bitung dekat KRI Teluk Cendraeasih bersandar. Seremoni ini biasa dilakukan para awak kapal dari TNI AL sebelum melakukan perjalanan. Komandan KRI menjelaskan situasi cuaca secara umum dan lamanya perjalanan yang akan kami tempuh serta aturan-aturan di dalam KRI yang patut ditaati oleh semua warga sipil yang ikut perjalanan di dalam KRI. Dengan KRI kami hanya membutuhkan 19 jam perjalanan apabila cuaca dan ombak sedang baik, jika ombak tinggi akan lebih lama lagi karena arus yang kuat menahan laju KRI. Selesai upacara kami langsung masuk ke dalam KRI.

KRI Teluk Cendrawasih, 15 Juli 2009 Pukul 18.30

Karena lelah setelah mengangkut barang dan perjalanan sepanjang hari, tidak seperti yang lainnya yang berfoto di buritan, saya memilih mengistirahkan diri. Kamar pria berada di bawah dekat dengan ruang mesin dan bahan bakar, sebetulnya itu memang ruangan mesin namun ditaruh beberapa ranjang lipat TNI untuk kami. Kami memaklumi, karena kamar-kamar di KRI ini penuh oleh siswa-siswi SMA se-Sulawesi Utara yang sedang melakukan acara berlayar bersama TNI dalam rangkaian acara Sail Bunaken 2009. Alhasil, kamar kami sangat panas dan berisik, entah bagaimana caranya saya tetap bisa tidur di bawah.

KRI Teluk Cendrawasih Pukul 21.00 WITA



Saya terbangun mendadak karena pusing bukan kepalang, ombak kencang mengocok-ngocok perut saya. Karena tidak tahan ingin muntah ditambah perut keroncongan saya naik ke kantin di bagian atas kapal untuk makan. Disana sudah banyak peserta K2N yang makan. Menunya nasi ditambah ikan bakar cakalang yang nikmat sekali, walaupun tidak ada lauk lain. Kondisi di tengah laut membuat apapun makanan yang masuk ke perut terasa nikmat. Saya makan sambil mengobrol di tengah kapal yang terombang-ambing. Beberapa teman menceritakan siapa-siapa saja peserta yang sudah tewas alias mabuk laut. Setelah makan saya naik ke buritan menikmati pemandangan malam di tengah laut sembari merasakan terpaan angin yang cukup kencang. Saya belum sempat keliling kapal, toh masih ada besok pagi piker saya. Namun dari atas buritan saja saya sudah bisa melihat betapa besar dan beratnya kapal ini. Dengan beberapa teman saya berdiskusi mengenai kenapa kapal yang berat tidak tenggelam di laut. Saya anak IPS jadi mungkin memang lupa teori tekanan ke atas dan teori gravitasi di air laut. Lalu kami menyanyi diiringi dengan gitar sambil tiduran dan menatap bintang yang bertaburan. Ini pertama kalinya saya naik kapal dan langsung naik kapal perang TNI! Woow! Luar biasa.



KRI Teluk Cendrawasih 16 Juli 2009 Pukul 05.00 WITA


Saya semalam tertidur diatas buritan bersama Mario, Afif dan teman-teman lainnya. Saya terbangun pukul 05.00 WITA karena menggigil. Udara pagi sangat dingin menusuk kulit walaupun saya tidur dengan memakai jaket dan sarung. Kemudian saya naik ke bagian yang lebih atas dari KRI ini dan menantikan pemandangan sun rise dari atas kapal. Beberapa teman bergabung. Tak lama, semburat merah jingga muncul di timur, luar biasa indahnya. Kami berdecak kagum menyaksikan semua itu, saya sampai lupa mengambil kamera di ruang mesin tempat kamar pria-pria. Setelah puas dengan sun rise saya pergi untuk mandi. Nah, jangan heran kalau disini kamar mandi pria itu mirip pemandian umum. Ruangan dan baknya besar dan ada beberapa bilik toilet yang hanya ditutup oleh tirai transparan. Begitu saya masuk, ada beberapa orang yang sedang mandi, saya pun cuek langsung membuka baju dan mandi. Lumayan segar mengingat seharian kemarin badan saya sama sekali tidak menyentuh air.

KRI Teluk Cendrawasih 16 Juli 2009 Pukul 13.00



Selepas makan siang, saya menyempatkan berkeliling kapal KRI. Ternyata di dlamnya terdapat banyak sekali ruangan dengan fungsi yang bermacam-macam juga. Komandan KRI teluk cendrawasih pada perjalanan ini adalah Mayor Baroyo Eko Basuki. Dari informasi umum yang bisa dilihat di ruang komando, KRI teluk Cendrawasih bernomor 533 ini merupakan buatan Jerman berjenis Frosch-I/type 108 yang dibeli pemerintah Indonesia untuk TNI AL pada tahun 1994 pada masa pemerintahan Soeharto.


Berat kapal ini 1.900 ton dengan dimensi 90,70 m x 11,12 m x 3,4 m, ditenagai oleh 2 mesin diesel yang mampu mengahsilkan 12.000 bhp dan sanggup mendorong kapal hingga kecepatan 18 knot. Diawaki oleh maksimal 42 pelaut dan mampu mengangkut kargo hingga seberat 600 pon.

KRI teluk cendrawasih menurut salah satu kru yang bertugas bukan merupakan armada tempur maupun pemukul, tetapi pengangkut logistik. Namun, untuk pertahanan KRI ini dipersenjatai oleh satu kanon laras ganda caliber 37 mm model 1939, 1 meriam bofors 40/70 berkaliber 40 mm dengan kecepatan tembakan 120-160 rpm jangkauan 10 km untuk target permukaan terbatas dan target udara serta dua kanon laras ganda caliber 25 mm.


KRI Teluk Cendrawasih 16 Juli 2009 Pukul 15.00

Pulau Miangas sudah terlihat dari jauh. Waaaw! Kami melakukan briefing bersama para dosen pendamping diatas KRI. Kami diminta bersiap-siap karena kurang lebih 2 jam lagi kapal bisa merapat di dermaga Miangas. Saya terheran-heran, mengapa sampai dua jam? Padahal pulau Miangas sudah terlihat dengan jelas. Ternyata itu jaraknya masih sangat jauh, kalau di laut kita sudah melihat Pulau di depan kita bukan berarti jarak kita sudah dekat.


Kami juga dikabari oleh dosen bahwa aka nada penyambutan dari masyarakat Miangas yang sudah siap dari siang tadi. Setelah briefing saya membereskan barang-barang pribadid an langsung naik ke atas lagi. Beberapa teman sedang ikut berkaraoke bersama anak-anak SMA yang ikut jelajah maritime bersama AL. Saya pun menyumbangkan lagu, jarak ke Miangas semakin dekat namun, KRI hanya berputar-putar mengelilingi pulaunya. Belakangan saya tahu ombak besar tidak memungkinkan kapal untuk bersandar karena takut tergoresang-karang tajam di bawah laut dan bisa menimbulkan kebocoran.

KRI teluk Cendrawasih Pukul 18.00




Kapal merapat namun ombak yang kencang menyulitkan proses pemindahan barang dan manusia ke pulaunya. Kapal KRI yang tinggiberjarak sekitar 1-2 meter dari dermaga. Peserta laki-laki langsung diminta loncat ke dermaga. Sementara yang perempuan perlu dibantu oleh beberapa orang untuk meloncat. Warga sudah banyak yang membantu proses pemindahan barang. Untuk drum-drum berisi minyak tanah di lempar ke laut dan di bawa oleh beberapa anggota ke pantai melalui laut. Ombak yang besar membuat KRI terguncang-guncang dan beberapa kali menabrak dermaga sehingga terasa bergoyang. Alhamdulillah, semua mahasiswa akhirnya berhasil menginjakkan kaki di dermaga Miangas, walaupun ada beberapa yang terkilir kakinya. Sambil menunggu proses penurunan barang, saya sempat didatangi beberapa orang pemuda setempat, saya tersenyum. Mereka tampak tidak sungkan mengenalkan diri dan berbicara dengan pendatang. Saya berkenalan dengan Kiki, Yono dan Markus yang belakangan banyak membantu saya beradaptasi dengan warga lokal dan menyukseskan program-program kami.

Dermaga Miangas Pukul 19.00 WITA



Dengan suasana temaram, kami disambut dengan upacara penyambutan oleh para mangkubumi ( tetua adat Miangas ) yang berjumlah delapan orang memakai kain menyerupai jubah putih panjang bergaris merah dan ikat kepala berwarna merah yang merupakan pakaian adat pria Miangas. Setelahnya kami langsung diarak menuju pendopo kecamatan yang berada disisi lain Pulau Miangas. Jaraknya dari dermaga sekitar 100 meter. Dalam perjalanan menuju kesana kami disuguhkan pemandangan rumah-rumah semi permanen masyarakat Miangas, beserta beberapa warga yang berbondong-bondong mengikuti kami ke pendopo. Kami berusaha berbaur dengan mereka. Awalnya sedikit sulit mencerna kata-kata mereka karena mereka berbicara dengan cepat, logat yang khas dan bahasa gado-gado Indonesia-Miangas. Lama kelamaan kami terbiasa mendengar logatnya dan berusaha mengikuti bahasa mereka untuk mempermudah komunikasi.

Pendopo Kecamatan Pukul 20.00 WITA




Sesampainya di Miangas kami disuguhi berbagai penganan lokal yang rasanya langsung membuat saya jatuh cinta. Cita rasa asin pedas khas Sulawesi Utara itu membuatkami ketagihan, apalagi belakangan kami sering sekali makan masakan rumah yang kebanyakan adalah sea food. Setelah berkenalan dengan pejabat kecamatan dan desa, serta pengurus gereja. Kami langsung diminta ke rumah yang sudah disiapkan dan berkenalan dengan keluarga baru kami di Miangas.

Saya bersama Adrian menempati rumah Asher, yang tinggal bersama mamak, adiknya Markus beserta istri. Rumah tembok semi permanen itu cukup nyaman bagi saya dan Adrian. Ruang tamu hanya berisi 4 buah kursi plastic dan meja, jendela tanpa kaca sehingga angin bisa masuk ke dalam rumah, lantai semen kasar sehingga kami harus memakai alas kaki ke dalam rumah, satu dapur beralaskan tanah dengan perapian tradisional dan satu kompor minyak serta satu kamar mandi dan satu jamban yang letaknya bersebelahan.




Setelah mengobrol dan berkenalan saya pun pamit tidur karena sudah tidak kuat menahan kantuk yang menyerang. Sebelum tidur saya tersenyum sendiri, mengenang semua perjalanan saya yang luar biasa sehingga bisa sampai Miangas dan sekarang saya sudah menginjakkan kaki di tanah Opa Mura, semuanya tidak seburuk yang saya bayangkan. Semua berjalan baik sejauh ini, saya pun berdoa semoga semua program-program K2N kami bisa berjalan dengan baik tanpa hambatan berarti dan bisa mendatangkan kebermanfaatan bagi masyarakat Miangas.

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More